Senin, 22 Agustus 2016

Rasa (Untukmu)

pict source here


Aku menuliskan ini untukmu, tapi kuharap kamu tidak membacanya.

Sebelumnya aku ingin minta maaf jika tulisanku ini membuatmu tak nyaman, kamu tau aku tidak pandai menuliskan sesuatu, apalagi ini tentang kamu.

Kamu pasti bertanya - tanya mengapa aku tiba - tiba menuliskan ini untukmu. Mengapa tidak langsung dibicarakan saja seperti biasanya ketika kita berbicara banyak hal sampai larut malam?

Aku menuliskan ini karena ada beberapa hal yang tidak bisa kusampaikan secara langsung padamu. Ah aku rasa bukan tak bisa, mungkin lebih tepatnya aku tak berani.

Maaf telah lancang mengatakan ini. Aku juga tidak ingin mengatakannya, tapi aku juga tidak bisa memendamnya terlalu lama.

Kamu pasti heran mengapa aku tiba - tiba menjadi puitis dan melankolis, tidak seperti aku yang bersikap bodoh dan gila saat berbincang denganmu.

Aku juga tidak tau mengapa, tapi percayalah, ini mengalir begitu saja.

Kita pernah membahas ini sebelumnya, aku akan mengingatkanmu kembali jika kamu lupa.

Mungkin semua orang tidak percaya jika ada persahabatan antara dua orang dengan perbedaan gender yang murni terjalin tanpa ada cinta didalamnya.

Tapi kita berbeda. Mungkin kita satu - satunya orang yang percaya. Kita bahkan menertawakan orang - orang yang tidak percaya akan hal itu.

Kita ingin membuktikan kepada semesta bahwa ada persahabatan yang murni terjalin tanpa ada salah satu yang jatuh hati.

Kamu mungkin sudah mulai mengingatnya jika kita pernah membicarakan hal ini.

Tapi apakah kamu tau? Sekarang rasanya aku ingin menertawakan diriku sendiri.

Aku minta maaf. Maafkan aku karena telah menggagalkan rencana kita untuk membuktikan kepada semesta.

Aku minta maaf. Maafkan aku karena telah menyimpan rasa untukmu.

Aku minta maaf. Maafkan aku karena telah menjatuhkan hati padamu.

Kamu boleh tak membalas perasaanku. Kamu boleh tak menyimpan rasa sedikitpun untukku. Kamu boleh menjatuhkan hatimu pada siapapun bahkan pada orang lain selain diriku.

Tapi aku mohon, berjanjilah satu hal. Setelah kamu membaca tulisan ini, jangan pernah ada yang berubah diantara kita.

Mungkin ini terdengar naif. Tapi biarlah, biarlah aku yang menyimpan rasa ini sendiri. Jika bisa aku akan menguburnya dalam - dalam, tenang saja.

Aku benar - benar berharap kamu tidak menemukan tulisanku ini. Tapi jika akhirnya kamu telah membacanya sampai akhir, aku ingin kamu bersikap biasa saja seolah - olah kamu tidak pernah membacanya. Aku ingin kita tetap menjalin persahabatan dan berbincang sampai larut malam. Bisakah?

Jumat, 08 Juli 2016

#SuratUntukRevanReina (2)

pict source here


 
Teruntuk Reina Irawan,
Wanita dengan seberkas luka di masa lalunya.


Halo Reina,
Ehm kukira akan lebih baik jika aku memanggilmu… Nana. Tak apa, kan?

Oke. Halo Nana,
Kau pasti bertanya – tanya mengapa aku memutuskan untuk menuliskan surat ini untukmu.
Pertama, bolehkah aku memperkenalkan diri terlebih dahulu? Kau pasti tak tau siapa aku, dan mungkin… tak pernah mau tau.

Tapi tak apa, aku akan tetap memperkenalkan diriku. Nana, aku adalah salah satu dari sekian banyak orang yang mengagumi perjalanan cintamu dengan Revan. Aku rasa kau tak perlu tau namaku, itu saja kukira sudah cukup.

Ah iyaa, aku bahkan belum menanyakan kabarmu. Kau apa kabar, Na? Aku yakin kau pasti baik – baik saja, bahkan lebih dari sekedar baik. Tebakanku benar, kan?

Na, maksud dan tujuanku menulis surat ini untukmu, aku hanya ingin mengatakan sesuatu dan mengungkapkan beberapa hal saja. Kuharap kau dengan senang hati membacanya.

Nana, aku tau kau pernah dihadapkan pada dua pilihan yang cukup sulit; Kembali pada orang di masa lalu–yang pernah kau cintai dengan terlalu–yang kepergiannya bahkan sampai sekarang menyisa luka, atau memilih bangkit dan berjalan bersama dengan orang yang akan selalu menggenggam tanganmu dan mempunyai tekad di hatinya untuk membuatmu selalu bahagia.

Dan kau; memilih opsi yang kedua.

Aku tak tau apakah kau benar – benar memilihnya tanpa ada keraguan sedikitpun, atau justru kau sendiri ragu apakah pilihanmu itu tepat atau tidak.

Nana, aku hanya ingin mengatakan bahwa pilihanmu tak salah. Aku ingin meyakinkanmu bahwa apa yang kau pilih itu benar – benar tepat. Kau harus percaya.

Kau tak usah khawatir, Na. Dia–Revan–akan menjaga hatimu melebihi siapapun agar kau tidak jatuh dan terluka untuk yang kedua kalinya. Kau juga harus percaya bahwa Revan tak akan melukaimu seperti orang di masa lalumu.

Kau harus tau bahwa dia benar – benar mencintaimu. Kau juga harus tau bahwa Revan selalu jatuh cinta pada jutaan hal yang kau lakukan diluar kewaspadaanmu. He even remember your first period. Bukankah itu hal yang menakjubkan?

Kau juga pasti tau bahwa Revan adalah orang yang selalu mengertimu melebihi siapapun. Dia selalu ada disaat kau membutuhkannya, bahkan dia selalu membuatmu merasa lebih baik. Bukan begitu, Na? Jadi apalagi yang kau khawatirkan?

Nana, kau adalah satu – satunya gadis yang membuatnya merasa nyaman. Perasaannya padamu sangat besar, meski terkadang tingkah lakunya sangat menyebalkan. Tapi bukankah Revan yang selalu membuatmu bahagia?

Aku tau Revan akan bertahan untukmu apapun yang terjadi, bukankah kau akan melakukan hal yang sama? Aku yakin kau akan melakukannya karena dia penting bagimu, benar?

Nana, apakah berbagai alasan tersebut masih belum cukup untuk meyakinkanmu? Kurasa tidak. Sekarang kau tak usah ragu lagi. Aku tau masih ada seberkas luka yang tersisa di masa lalu, tapi bukankah hati yang terluka hanya perlu waktu untuk sembuh? Jadi kumohon, berdirilah disampingnya dan tetap genggam tangannya.

Nana, one more thing you should know is you’re so lucky to have him in your life, because i know for sure if he will treat you very well. Bukankah Revan juga pernah mengatakan padamu bahwa he want you to be happy and it’s because of him, he want to make you happy for the rest of his life.

Dan jika boleh aku jujur, aku iri sekali padamu. Di kehidupan nyata, aku ingin mempunyai seseorang seperti Revan dalam hidupku, seseorang yang memperlakukan wanitanya dengan begitu istimewa.

Tapi aku selalu mengingat perkataanmu, terlalu banyak ekspektasi memang hanya akan mengarahkan kita menuju kenyataan yang pahit. Jadi sebisa mungkin, aku berusaha untuk tidak memiliki ekspektasi yang terlalu besar agar aku tidak kecewa. Karena aku tau, kau dan Revan tidaklah nyata, kalian hanya hidup di pikiran pembaca. Tapi meskipun begitu, aku tetap mengagumi kalian berdua.

Nana, maafkan aku jika surat ini terlalu panjang. Aku berjanji akan segera mengakhirinya. Terima kasih telah meluangkan waktumu untuk membaca suratku sampai akhir.

Semoga kau dan Revan selalu berbahagia.
See you in another life, Reina!


Dari Aku,
Seseorang yang ingin kau percaya bahwa waktu dan orang yang tepat akan menyembuhkan luka di masa lalu.





#SuratUntukRevanReina (1)

pict source here


Teruntuk Revan Mahardika,
Yang (kuharap) kehadirannya benar – benar nyata.


Halo Revan,
Senang sekali rasanya bisa mengirimkan sepucuk surat untukmu, walau aku sendiri sebenarnya tidak yakin apakah kau mau membacanya atau tidak. Tapi berharap sedikit rasanya tak apa, kan?

Kau sendiri apa kabar?
Kuharap jawabanmu lebih dari sekedar baik. Ah iyaa salam dariku untuk Reina, kuharap dia juga baik. Ah tentu saja, kau pasti tak akan membiarkan dia kenapa – napa, kan? Aku tau.

Sampaikan juga salamku untuk Aldo, Bagas, dan Angga yaa. Katakan pada mereka terima kasih karena selalu menghiburku dengan kekonyolannya. Pertemanan kalian sungguh luar biasa.

Aku ingin sedikit bercerita tentang bagaimana aku mulai mengenalmu dan Reina, kuharap kau tidak keberatan mendengar ceritaku.

Semua bermula dari seorang teman yang mengenalkanku pada cerita cintamu dan Reina di Wattpad. Mungkin kau tidak tau, tapi kau–Revan–sedikit banyak telah membuatku jatuh dan tenggelam dalam dunia khayalku tentangmu.

Kemudian aku mengikuti perjalanan cintamu dengan Reina yang luar biasa dan pertemanan kalian yang tak kalah luar biasa pula.

Dan akhirnya aku jatuh cinta padamu, pada karaktermu, pada sikapmu, dan pada caramu memperlakukan wanita dengan begitu istimewa.

Ah rasanya aku jatuh cinta pada apa – apa yang melekat di dirimu, juga pada semua yang berhubungan denganmu.

Aku tak tau mengapa ini bisa terjadi. Tapi bukankah Reina pernah mengatakan bahwa it’s not crime to fall in love, as long as it’s still in healthy way, right? Dan aku juga tak mengerti apakah itu wajar atau tidak, karena Reina juga mengatakan kalau manusia nggak akan pernah bisa memegang kendali atas perasaannya sendiri.

Walaupun aku telah jatuh cinta padamu, tapi aku tak akan mungkin tega merusak kebahagiaanmu dengan Reina. Ah iyaa, sekarang bolehkah aku membicarakan gadismu yang luar biasa itu? Kau pasti tak keberatan.

Revan, aku tau betul kau benar – benar mencintainya. Aku tau kau ingin menjaga hatinya melebihi siapapun agar gadis itu tidak jatuh dan terluka. Aku juga sangat yakin kalau kau tak akan melukainya. Aku percaya.

Kau pasti juga tau kalau kau dan Reina begitu bertolak belakang. Reina tidak suka kopi, sedangkan kau, kau betul – betul mencintai kopi jenis apapun. Reina memiliki selera musik yang berkiblat pada musik Korea, sementara kau lebih menyukai musik pop punk ala green day dan blink 182. Tapi itu tak akan jadi alasan, kan? Bukankah perbedaan itu indah?

Kau juga pernah membayangkan bagaimana rasanya hidup tanpa adanya Reina didalamnya, benar? Kau tak perlu khawatir, bukankah Reina pernah mengatakan padamu bahwa dia tak pernah menganggapmu sebagai pengalihan, pelarian, atau apapun itu. Kau sangat penting baginya. Kau harus percaya.

Jadi Revan, kau tak perlu takut jika suatu saat nanti gadis itu memutuskan untuk berhenti menggenggam tanganmu dan pergi. Aku yakin itu tak akan terjadi, because you’ve always been so good to her, she’s so happy to have you in her life. I’m sure for this. Kau harus percaya, karena kau selalu membuatnya merasa lebih baik. Dan kau akan bertahan untuknya apapun yang terjadi, benar? Dan aku yakin dia pasti akan melakukan hal yang sama.

Revan, aku tau kehadiranmu semu dan maya. Kau hanya hidup dalam pikiran pembaca. Tapi meskipun begitu, hehadiranmu benar – benar terasa seperti nyata.

Mungkin ini terdengar konyol. Tapi jika boleh aku berharap, suatu saat nanti semoga aku dipertemukan dengan seseorang sepertimu, yang mencintai dan memperlakukan wanitanya dengan istimewa dan dengan cara yang luar biasa. Sedikit aneh memang, tapi kukira berharap sedikit rasanya tak apa.

Ah, aku terlalu banyak berharap. Padahal aku ingin sepertimu, yang tak membiarkan diri sendiri memiliki ekspektasi yang berlebihan. Supaya ketika kenyataannya tak sejalan dengan yang kita inginkan, kita masih bisa bangkit lagi meski bertahap. Bukan begitu, Van? Tapi nyatanya aku memiliki ekspektasi yang terlalu besar.

Ah, rasanya suratku ini terlalu panjang, yaa? Kau pasti merasa sangat bosan membacanya. Padahal masih banyak hal yang ingin kukatakan. Tapi baiklah, kukira akan lebih baik jika aku mengakhirinya. Terima kasih Revan, karena sudah meluangkan waktumu–yang pasti sangat berharga–untuk membaca surat ini.

Satu hal lagi, semoga kau dan Reina, juga teman – temanmu, selalu berbahagia.
See you in another life, Revan!


Dari Aku,
Seseorang yang berharap kehadiranmu tak hanya semu.

Senin, 20 Juni 2016

Sepucuk Surat Untukmu

pict source here


Teruntuk Kamu,
Yang (dulu) berjanji tidak akan pernah meninggalkanku


Selamat pagi, Kamu.
Apa kabar? Jangan kaget ketika membaca surat dariku,

Aku memutuskan untuk menuliskan surat ini, bukan karena aku menginginkanmu untuk kembali, aku hanya ingin mengingat sesuatu hal yang biasa disebut dengan kenangan.

Hari ini, aku menemukan semua tentang kita didalam kardus usang penuh debu. Semua kenangan tentangmu ada disana, termasuk cinta kita.
Ah, mungkin hanya cintaku. Karena sekarang aku baru menyadari, bahwa kamu tak pernah benar-benar memberikan cintamu.

Aku membuka kardus itu dan melirik barang-barang didalamnya, semua masih utuh, hanya berdebu dan tak terawat, sama seperti cintaku padamu.

Sejak hari saat kamu meninggalkanku dengan alasan yang masih belum ku mengerti sampai sekarang, aku memutuskan untuk tak lagi merawat cintaku padamu yang dulu setiap hari ku pupuk agar tumbuh dengan baik dan terawat. Aku memutuskan untuk membiarkannya layu, dan berharap dapat hilang seiring dengan berjalannya waktu.

Sekarang biarkan aku sejenak mengingat kembali semua tentang kita, bukan karena masih ada cinta untukmu, tapi aku hanya rindu, rindu pada masa lalu yang (dulu) aku sebut dengan kita.

Kita, aku dan kamu.

Kamu pernah berkata bahwa kamu akan tetap menggenggam tanganku apapun yang terjadi dan berjanji akan tetap disampingku. Kamu bilang kita akan mewujudkan mimpi kita untuk terus bersama. Atau mungkin kamu memang tak pernah memimpikannya.

Kemudian kita sampai pada hari itu, hari dimana perjalanan kita sampai di persimpangan jalan, hari dimana kamu memutuskan untuk tidak lagi menggenggam tanganku dan memilih melanjutkan perjalanan dengan arah yang berbeda.

Katamu, kamu tak bisa untuk terus ada disampingku. Katamu, mimpi kita untuk terus bersama sangat sulit untuk terwujud. Katamu, kamu harus pergi.

Tapi bukankah kita dapat berjuang bersama dengan saling menggenggam? Melewati jalan terjal meski terasa sulit. Lantas mengapa kamu memilih untuk menyerah?

Dan pada hari itu, aku hanya bisa melihat punggungmu yang berjalan menjauh dan langkah kaki yang berjalan pergi.

Aku benci kita harus sampai pada hari itu, aku benci pada kamu karena telah meninggalkanku, terlebih aku benci pada diriku sendiri karena dengan mudahnya percaya pada janji yang telah kamu ucapkan. Atau aku benci karena kita telah dipertemukan.

Aku memutuskan menulis surat ini karena aku ingin berdamai dengan masa lalu, percayalah, hidup dengan kebencian rasanya sangat menyiksa.

Aku mencoba untuk memahami alasan mengapa pada hari itu kamu tidak lagi menggenggam tanganku dan memutuskan untuk pergi, walau pada akhirnya sampai sekarang aku tak pernah bisa memahaminya.

Aku berharap surat ini tidak akan pernah sampai padamu, tapi jika suatu saat nanti akhirnya kamu membaca surat ini, aku hanya ingin meminta maaf karena telah menyalahkanmu sepenuhnya, aku lupa jika masih ada Tuhan yang bisa saja kapanpun memisahkan kita.

Jika nanti akhirnya kamu membaca surat ini, aku ingin berterima kasih karena kamu pernah hadir dan menemaniku menempuh perjalanan meski harus berpisah di persimpangan.

Kepada kamu, mari kita berdamai.


Dari Aku,
Seseorang yang sedang berusaha melupa pada apa-apa yang pernah menjadi kita.