Selasa, 14 Februari 2017

(Bukan) Surat Terakhir

Selamat sore Bosse, kangpos, atau siapapun yang baca surat ini.

Aku bukan seseorang yang pandai menuliskan pembuka surat dengan baik, jadi langsung saja aku ingin bercerita bagaimana aku mulai mengenal akun [at]PosCinta ini.

Aku mengetahuinya sejak dua tahun yang lalu, semua berawal dari linimasa salah seorang teman yang hampir setiap hari menuliskan sebuah surat dengan tagar #30HariMenulisSuratCinta, aku selalu jatuh cinta pada tulisannya, bahkan ia juga menyisihkan satu surat untuk dikirimkan padaku melalui perantara akun seseorang yang akhirnya kuketahui sebagai tukang pos yang bertugas untuk mengantarkan semua surat.

Kemudian aku mencari tau sampai akhirnya menemukan akun PosCinta ini, aku dengan mudah memutuskan untuk menekan tombol follow. Aku langsung tau ini adalah event yang diadakan rutin setiap tahun di bulan februari. Ada banyak sekali surat-surat cinta di sana dan aku membaca beberapa diantaranya. Rasanya menyenangkan bisa membaca tulisan yang barangkali mewakili perasaan mereka.

Setiap hari aku meluangkan waktu untuk membuka twitter demi membaca surat-surat cinta di linimasa. Ada juga beberapa surat yang mewakili perasaanku saat itu  Meski aku tidak ikut menuliskannya, tapi aku merasa senang hanya dengan membacanya. Begitu terus dan tidak pernah alpa.

Aku sangat mengapresiasi surat cinta yang dituliskan teman-teman. Begitu indah dan romantis hingga aku sesekali terbawa pada isi dari suratnya dan tidak sedikit pula yang membuatku terhibur. Semuanya menyenangkan untuk dibaca. Two thumbs up from me!

Satu tahun berikutnya event #30HariMenulisSuratCinta ini diadakan kembali. Aku masih belum berani untuk mengikutinya. Aku merasa tulisanku masih berantakan dan belum sepadan dengan mereka yang mengirimkan surat cintanya. Tapi aku tetap meluangkan waktu untuk membaca surat-surat cinta dan tidak pernah alpa. Rasanya masih sama, selalu menyenangkan.

Bahkan tahun ini event menulis surat cinta diadakan kembali meski tidak sama dengan tahun sebelumnya. Tahun ini hanya berlangsung selama tujuh hari dan berganti nama menjadi #PosCintaTribu7e, aku tidak tau apa alasannya. Tapi aku tetap excited untuk menyambutnya.

Rasanya senang sekaligus sedih ini adalah hari terakhir di event #PosCintaTribu7e.

Senang karena akhirnya tahun ini aku memberanikan diri untuk mengikuti event menulis surat cinta ini dan menjadi bagiannya untuk pertama kali, meski aku tau sampai saat ini tulisanku masih jauh dari kata bagus dan rapi serta belum sepadan dengan tulisan teman-teman yang lain yang pastinya lebih indah dan enak dibaca. Dan Alhamdulillah sejauh ini aku belum pernah melewatkan satu hari pun untuk menuliskan surat. Semoga ini menjadi awal yang baik.

Sedih karena event menulis surat cinta ini akan segera berakhir. Linimasa yang bertebaran dengan surat-surat cinta, Bosse yang kesana kemari dengan bunyi Kring Kriiing-nya, aku pasti rindu.

Perihal isi surat ini aku ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Terutama kepada (Alm.) Om Em yang berkontribusi penuh mendirikan PosCinta ini. Meski aku belum mengenalnya secara pribadi karena ini tahun pertamaku mengikuti event ini, tapi banyak orang-orang yang mengatakan (Alm.) Om Em adalah orang yang baik dan humble, aku percaya. Terima kasih untuk semuanya Om Em, doa-doa kami mengangkasa untukmu. Terima kasih banyak!

Terima kasih untuk akun PosCinta yang mengadakan event ini tiap tahun, aku bisa membaca banyak surat cinta dan melatih ke-konsisten-an menulis. Jika event ini berakhir aku ragu apakah aku tetap konsisten, mungkin tidak haha, tapi semoga saja iya.

Terima kasih juga untuk Bosse magang yang (katanya) ganteng dan untuk kangpos-kangpos yang bersedia meluangkan waktunya untuk mengantarkan surat-surat kami, much love for you! Terima kasih juga untuk teman-teman yang mengikuti event ini dan menuliskan surat cintanya, aku belajar banyak dari tulisan-tulisan kalian. Much love for you guys, too! Terima kasih banyak!

Semoga ini bukan surat terakhir yang aku tulis untuk event ini. Meski kadangkali merasa pusing karena mikirin ide untuk surat berikutnya dan harus buru-buru kirim karena hampir deadline, tapi aku pribadi, dan mungkin teman-teman yang lain, berharap semoga event menulis surat cinta ini tetap rutin diadakan agar terus bisa berbagi cinta dan kebahagiaan. Sekali lagi terima kasih banyak! See you next time!

Last but not least, semoga semangat kalian tak pernah terkikis.

Salam,
Bocahe Bosse.

Senin, 13 Februari 2017

Surat Untuk Kangpos

Selamat pagi, siang, atau malam kapanpun kangpos baca surat ini. 
Halo, bagaimana kabarmu? Tak perlu memperkenalkan diriku, aku hanya satu dari sekian banyak orang yang menitipkan surat-suratnya padamu untuk kau antarkan ke tempat tujuan. Tapi kali ini, kau tak perlu jauh-jauh mengantarkannya karena surat ini kutujukan padamu.

Sejujurnya, masih banyak sekali surat-surat yang ingin kukirimkan untuk orang lain. Tapi rasanya, aku perlu menyisihkan satu dari tujuh surat untuk kukirimkan padamu. Sebenarnya, ingin kukirimkan hari terakhir. Tetapi berhubung hari terakhir adalah surat bertema, jadi kukirimkan hari ini saja.

Jika kangpos menanyakan perihal isi dari surat ini, mungkin tidak ada hal yang begitu spesial atau istimewa. Setelah beberapa kali membaca suratku, kau tau aku tidak begitu pandai menyusun kata. Jadi ini hanya surat biasa, tidak ada kata-kata manis sedikitpun di dalamnya.

Meskipun ini tahun pertamaku mengikuti event menulis surat cinta ini, dan baru hampir sepekan mengenalmu, tapi aku pribadi, dan mungkin mewakili teman-teman yang juga mengikuti event ini, ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih.

Terima kasih karena di sela-sela kesibukanmu, kau telah meluangkan waktu untuk menyempatkan membaca satu persatu surat-surat kami, kemudian bersedia mengantarkannya ke alamat yang di tuju tanpa ada satupun yang terlewat. Terima kasih banyak!

Aku ingin bertanya, bagaimana rasanya mengantarkan surat-surat itu? Aku tau pasti melelahkan. Tapi tidakkah itu juga menyenangkan bisa membaca satu persatu surat yang mewakili perasaan kami. Mungkin beberapa diantaranya juga ada yang mewakili perasaanmu. Entah itu sedih, bahagia, marah, atau bahkan kecewa. Bukankah ada perasaan lega yang menghampiri ketika kau berhasil mengantarkan semua surat-surat kami di penghujung hari?

Aku juga ingin mengucapkan minta maaf, entah untuk apa. Mungkin perihal surat-suratku yang membosankan atau membuatmu tidak nyaman. Atau mungkin karena terkadang kau merasa direpotkan. Aku juga minta maaf perihal keterlambatanku menitipkan surat pada detik-detik terakhir, tapi kau sendiri tak pernah terlambat untuk mengirimkan surat-surat kami.

Selain itu, perihal kesehatanmu, aku ingin mengucapkan semoga lekas pulih agar segera dapat beraktivitas kembali. Aku mengetahuinya dari postingan blogmu, maaf aku tidak bermaksud untuk menguntit. Pasti itu hari-hari yang berat, dan jangan henti mengangkasakan doa untuk kesembuhanmu.

Kangpos, aku harus mengakhiri surat ini sebelum aku berbicara lebih banyak lagi. Sekali lagi terima kasih. Selamat menjalankan tugasmu kembali.

Sebagai penutup, semoga semangatmu tak pernah redup.

Dari Aku,
Seseorang yang belakangan ini menitipkan suratnya padamu.

Sabtu, 11 Februari 2017

Rindu, Kau Salah Bertamu

Rindu, pagi ini kau mengunjungiku, seperti biasa kau akan langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Padahal aku sudah berkali-kali mengingatkanmu, jika ingin bertamu beri tau aku terlebih dahulu. Agar aku dapat bersiap-siap untuk menemuimu.

Tapi tak apa, mari masuk, silahkan duduk. Maaf sedikit berantakan, aku sedang membersihkan kenangan. Maaf sedikit berserakan, aku sedang memilah-milah memori yang telah usang.

Rindu, pagi ini kau datang tanpa pemberitahuan. Dengan membawa banyak oleh-oleh untukku berupa ingatan. Meski aku sudah belajar untuk melupakan, tapi aku tetap menghargaimu sebagai teman.

Aku tak pernah mengira kau akan datang kembali, karena sudah lama kau tak kesini. Mungkin ada beberapa hal yang ingin kau bagi, atau mungkin hanya sekedar ingin bertemu denganku lagi.

Rindu, kau datang begitu pagi. Tapi aku akan tetap menerimamu dengan senang hati. Kita sudah tak berbincang lama sekali, kemana pergimu selama ini?

Ada beberapa hal yang kau lewatkan, mari, biar kuceritakan.

Sebelumnya, maafkan aku pernah tak menginginkan kau datang. Bahkan, aku pernah mengusirmu secara paksa dari ingatan. Sungguh, aku minta maaf.

Saat itu, aku benar-benar ingin melupa pada apa-apa perihal tentangnya. Aku hampir berhasil, lalu kau tiba-tiba hadir. Aku jadi sedikit kesal padamu, kau selalu datang tanpa aba-aba, tanpa izin. Jadi aku mengusirmu, maaf ya.

Mungkin karena hal itu kau tak pernah bertandang lagi, tak pernah berkunjung kembali. Atau kau mungkin paham maksudku, jadi kau memberiku waktu. Terima kasih.

Rindu, sekarang aku benar-benar sudah merelakan, meski tak sepenuhnya bisa melupakan. Itu hari-hari yang berat, tak mudah untuk melaluinya. Itu hari-hari yang sulit, tak mudah untuk melewatinya. Tapi karena kau memberiku ruang untuk sendiri, aku jadi bisa menerima dan berlapang dada membiarkannya pergi. Terima kasih.

Jadi sekarang, coba katakan. Untuk apa kau datang? Jika sekedar menyapa, tak apa. Tapi maaf, Rindu. Jika kau datang lagi hanya untuk menyesakkan dadaku, mungkin kau salah bertamu.

Bersyukurlah, Berbahagialah

Jika kamu bangun tidur dan menemukan sepucuk surat beramplop merah jambu di atas meja, itu surat dariku sayang, bukalah. Maaf aku diam-diam menuliskannya untukmu. Jika kamu sekarang mengernyitkan dahi melihat sepucuk surat beramplop merah jambu di atas meja, itu surat dariku sayang, bacalah. Maaf aku mengendap-endap mengirimkannya untukmu. Kamu tak perlu membalasnya, Sayang. Cukup duduklah dengan manis, buka, kemudian baca sampai habis.

Aku tau setelah ini kamu akan membersihkan diri dan berlama-lama mematut dirimu di depan cermin hingga penampilanmu terlihat rapi. Kemudian kamu menyempatkan menyeduh teh buatanmu sendiri dengan kadar gula satu setengah sendok. Dan sebelum meminumnya, kamu akan memejamkan mata dan menghirup aromanya dalam-dalam terlebih dahulu. Lihat, aku bahkan hafal kebiasaanmu di luar kepala.

Sayang, aku melihatmu akhir-akhir ini lebih suka menyendiri daripada bercengkrama dengan orang-orang di sekitarmu. Aku mengamatimu belakangan ini lebih suka berdiam diri daripada berkumpul dan bercanda dengan kawan-kawanmu. Bahkan beberapa orang yang ingin mengobrol denganmu kamu acuhkan begitu saja. Itu bukan dirimu, Sayangku. Dirimu yang kukenal bukan orang seperti itu, kamu selalu senang dan cepat akrab ketika bertemu dengan orang-orang baru. Bukan begitu?

Kamu selalu pandai menyembunyikan lukamu, Sayangku. Aku tau. Di hadapan mereka kamu memperlihatkan seolah-olah tidak terjadi apa-apa dengan dirimu. Mereka mengira kamu gadis yang kuat, gadis yang hebat. Mengapa sekarang kamu menampakkan semua kesedihanmu, apakah kamu lelah berpura-pura, Sayangku?

Sayang, sore nanti, mari luangkan waktumu barang sejenak. Mari mengobrol denganku di beranda rumahmu, ditemani teh yang kamu seduh sendiri dengan takaran gula satu setengah sendok. Mari berbicara denganku di beranda rumahmu, menyaksikan senja yang dengan tamaknya memancarkan cahayanya di langit barat. Mari Sayangku, ceritakan semuanya kepadaku.

Tapi sebelum itu, aku ingin kamu mendengarkanku.

Sayang,
Aku tau tidak begitu mudah menyembuhkan luka-luka di masa lalu, luka yang sampai sekarang belum lekas kering, luka yang sampai sekarang begitu membekas di hati dan ingatanmu. Aku tau itu tidak semudah menyembuhkan luka di lutut ketika kamu jatuh. Kamu pasti tidak menginginkan hal itu terjadi kepadamu, kamu pasti lelah terus-terusan bertemu dengan orang yang selalu menyakitimu. Aku pun sama, semua orang tidak menginginkannya, Sayang.

Aku tidak ingin melihat kamu bersedih, aku tidak ingin melihat kamu kecewa. Sungguh, aku juga tidak ingin melihatmu terluka.. Tapi terkadang kesedihan itu sesekali perlu singgah di hidup kita, agar kamu bisa menghargai apa itu bahagia. Terkadang kekecewaan itu sesekali perlu untuk kita rasa, agar kamu bisa berlapang dada dan belajar untuk menerima. Terkadang pula luka itu sesekali perlu ada, agar kamu bisa belajar untuk dewasa.

Jika kamu ingin hidup tanpa bayang-bayang dari masa lalu, tolong maafkan mereka. Maafkan mereka yang pernah menyakitimu, maafkan mereka yang pernah membuatmu sedih dan kecewa, maafkan mereka yang pergi dengan meninggalkan luka. Aku tau itu tidak akan mudah, tapi setidaknya kamu harus mencoba. Cobalah untuk berdamai dengan mereka, Sayang. Cobalah untuk berdamai dengan masa lalu.

Sayang, coba lihat sekelilingmu. Banyak orang yang hidupnya kurang beruntung dibandingkan denganmu, tapi mereka tetap tidak pernah lupa untuk bersyukur atas hidupnya. Jadi Sayangku, kamu tidak perlu terus-terusan bersedih, itu hanya akan menguras tenaga dan pikiranmu. Banyaklah bersyukur atas hidupmu.

Sayang, coba lihat sekelilingmu. Banyak orang yang menyayangimu. Kamu hanya perlu sadar akan hal itu, berhentilah berpura-pura acuh. Terimalah orang-orang baru yang datang di hidupmu dengan senang hati, jangan menutup diri. Kamu selalu senang dan cepat akrab ketika bertemu dengan orang-orang baru. Bukan begitu?

Kamu tidak perlu menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya, kamu tidak perlu memikirkan apa yang akan terjadi di hidupmu nanti, itu bukan porsimu, Sayang. Kamu hanya perlu menjalaninya, kamu hanya perlu untuk memasrahkan semuanya, dan biarkanlah rencana-Nya yang bekerja.

Keluarlah, Sayang. Ada begitu banyak bahagia yang menunggu untuk kamu jemput. Keluarlah, barangkali kamu menemukan apa yang selama ini kamu cari.
Keluarlah, Sayang. Ada begitu banyak kejutan di luar sana yang mungkin tidak akan pernah kamu sangka. Keluarlah, tegakkan kepalamu, perlihatkan senyum manismu, jabat tangan mereka yang ingin berkenalan dan mungkin akan menjadi teman baikmu.

Sayang, sore nanti, mari luangkan waktumu barang sejenak. Mari mengobrol denganku di beranda rumahmu, ditemani teh yang kamu seduh sendiri dengan takaran gula satu setengah sendok. Mari berbicara denganku di beranda rumahmu, menyaksikan senja yang dengan tamaknya memancarkan cahayanya di langit barat. Mari Sayangku, ceritakan semuanya kepadaku.

Suratku ternyata lebih panjang dari apa yang aku perkirakan. Maafkan aku telah menyita banyak waktumu. Satu hal yang selalu kamu tau, bahkan jika dunia beserta isinya membencimu, ingatlah aku menyayangimu dengan seluruh.

Bersyukurlah, kemudian berbahagialah.

Dari Aku,
Bagian lain dari dirimu.

Kamis, 09 Februari 2017

Untuk Kak Ren

Untuk Kak Rena,
Seseorang yang mahir menyusun kata. 

Selamat pagi, siang, atau malam kapanpun Kak Ren baca surat ini. Apa kabar? Semoga baik-baik saja dan selalu berada dalam lindungan-Nya. Mungkin Kak Ren tidak sekaget atau segembira ketika mendapat surat dariku seperti halnya aku yang begitu bahagia dan tidak pernah menyangka pernah mendapatkan sepucuk surat darimu.

Suratku ini mungkin tidak dapat dikategorikan sebagai surat cinta dengan untaian kata-kata indah. Aku tidak seperti Kak Ren yang pandai meramu kata. Jadi meskipun surat ini biasa saja, kuharap Kak Ren tetap mau membacanya.

Sebelumnya, aku minta maaf karena baru sempat membalas surat yang Kak Ren tulis untukku sejak, uhm, hampir dua tahun yang lalu. Aku tau itu waktu yang terlampau sangat lama untuk membalas sebuah surat. Maafkan karena surat ini datang begitu terlambat, aku hanya mencari waktu yang tepat. Semoga Kak Ren mau memaafkannya.

Perihal isi surat ini, sebenarnya tidak ada hal yang begitu istimewa. Aku hanya ingin menyisipkan satu dari tujuh surat untuk kukirimkan padamu. Aku tidak tau mengapa, aku hanya ingin menuliskannya.

Ah iya, terima kasih juga karena secara tidak langsung Kak Ren memperkenalkanku pada event menulis surat cinta ini. Aku mengetahuinya dari linimasa Kak Rena karena Kak Ren beberapa tahun belakangan juga mengikutinya. Kemudian aku mencari tahu dan akhirnya tertarik. Ini tahun pertamaku mengikuti event menulis surat cinta ini. Terima kasih karena telah mengenalkannya padaku. Meski jangka waktunya tiga perempat lebih pendek dari biasanya, tapi aku tetap excited karena linimasa-ku jadi penuh dengan surat cinta dan menjadi bagiannya untuk pertama kali.

Kak Ren, meski kita tidak kenal akrab, dan bahkan bisa dibilang tidak begitu dekat, tapi aku rindu chatting dan mendengarkan suara Kak Ren yang biasanya dikirim melalui voice note. Sepertinya rekaman yang Kak Ren kirim masih aku simpan di memori ponselku. Jika berkenan, aku dengan senang hati mau mendengarkan jika Kak Ren mau mengirimkannya lagi.

Kak Ren sekarang sudah lulus kuliah, ya? Aku pernah lihat di instagram, bahkan Kak Ren sekarang sudah bekerja. Meski aku tidak seberapa tau perihal itu, tetapi semoga dilancarkan segala urusannya, ya!

Aku ingin bercerita jika aku sekarang sudah memasuki semester dua di bangku kuliah. Aku tidak memasuki jurusan sastra. Tapi tak apa, kesukaanku tetap tidak berubah. Meski aku sudah jarang me-retweet sajak Kak Ren, tapi percayalah aku membacanya, dan tentu saja tetap menyukainya.

Aku juga ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih, entah untuk apa. Maafkan pula untuk suratku beserta isinya yang tak seberapa dan barangkali membuatmu tak suka. Doaku yang baik-baik mengangkasa untuk Kak Ren. Sukses selalu!

Sebagai penutup, semoga bahagiamu tak pernah menguncup.

Dari Aku,
Seseorang yang sampai sekarang masih ingin bertemu.

p.s. surat dari Kak Ren bisa dibaca di sini. aku masih menyimpannya dengan rapi.

Perihal Kita

Teruntuk seseorang yang selalu hadir di kepalaku,

Pada surat yang kutulis ini, aku tak akan banyak bertanya, bahkan perihal kabarmu sekalipun. Meski ada banyak sekali tanya yang berkeliaran di kepala. Aku akan lebih banyak bercerita, jadi tolong dengarkan saja, dan aku harap ini tidak akan menjadi surat yang panjang dan membosankan.

Kau tau? Untuk menuliskan surat ini, aku harus mengumpulkan keberanian yang lebih. Padahal aku tak pernah mengira, mengapa bicara padamu harus secanggung ini. Bahkan melalui surat sekalipun aku harus mengatakannya dengan hati-hati.

Meski kita tidak bertatap muka, izinkan aku lebih banyak berbicara tanpa jeda, kali ini saja, karena bicara padamu menjadi suatu hal yang tak lagi mudah.

Apakah kau ingat? Kita pertama kali bersua pada tahun kedua di sekolah menengah. Mungkin kau melupakannya, tapi biarkan aku untuk terus mengingatnya. Karena hanya dengan cara itulah aku bisa menemukanmu ketika rindu tiba.

Matamu yang serupa purnama, lengkung bibirmu yang serupa bulan sabit yang indah, bahumu yang begitu kokoh bagai baja, hingga kebaikanmu yang selalu ada, membuatku memutuskan untuk menjatuhkan hati padamu begitu saja.

Lalu, pada suatu waktu yang entah, tiba-tiba semua berubah. Aku tak pernah tau apa alasannya, apa mungkin hanya karena kau tau aku menaruh rasa, lantas kau mencipta jarak antara kita. Pikiranmu sedangkal itukah?

Kita pernah begitu dekat, namun sekarang bicara pun kita tak sempat. Kita pernah begitu akrab, namun sekarang aku adalah orang yang bahkan tak ingin kau lihat. Kita pernah bercanda tawa, namun sekarang kita telah jauh sejauh-jauhnya.

Jika kau tanya mengapa aku menuliskan untukmu sebuah surat, aku hanya ingin menyampaikan kata maaf yang kuharap belum terlambat. Perihal kesalahan-kesalahan yang pernah kubuat, yang mungkin pernah membuatmu marah dan kecewa dengan sangat, hingga kau menghadiahiku jarak dengan banyak sekat.

Maafkan aku pula karena pernah menaruh rasa, karena kita sendiri tak pernah bisa memilih untuk siapa perasaan ini ada. Meski aku akan baik-baik saja karena kau tak sedikitpun membalasnya, tapi aku tau jika pertemanan kita tak akan pernah sama.

Kadangkali, aku ingin kembali memutar waktu sampai pada hari dimana ketika kita pertama kali bertemu, kau dan aku berbincang dan berkelakar dengan seru. Kadangkali pula, aku ingin kau mencoba bersikap biasa saja, seolah-olah kau tak tau apa-apa. Tapi aku yakin kau tak akan bisa.

Namun seringkali, aku ingin bersikap sepertimu, yang dengan mudahnya acuh. Tapi seberapa keras aku berusaha, aku tak pernah bisa melupa, karena lagi-lagi kita dipertemukan kembali oleh semesta. Bahkan jika dikalkulasikan, ini sudah hampir tahun ke-tujuh kita belajar dalam instansi yang sama. Lantas aku harus apa? Kesalkah, atau malah bahagia?

Seringkali pula, pada malam-malam yang panjang, rindu itu ada. Ia tak hanya datang satu atau dua, ia datang banyak sekali hingga aku tak dapat menghitung jumlahnya. Kemudian mereka menari-nari dalam kepala dan membawa kembali ingatan tentang kita yang tak seberapa. Aku tak bisa menahannya atau menghilangkannya, jadi kubiarkan saja dan mencoba untuk menikmatinya meski menimbulkan sedikit nyeri di dada.

Aku tau kau tak akan mau membaca surat dariku, meski aku berkali-kali menuliskannya untukmu. Tapi walaupun begitu, kau akan tetap hidup dalam kepalaku, di sanalah engkau selalu. Tenang saja, aku akan tetap berusaha melupa pada apa-apa perihal kita. Meski aku tak yakin dapat melakukannya. Tapi aku akan berusaha, percayalah.

Sebagai penutup, semoga bahagiamu selalu meletup-letup.

Dari Aku,
Seseorang yang kau buat jatuh.

Selasa, 07 Februari 2017

Ibu, Surat Ini Untukmu

Teruntuk wanita yang kasihnya sepanjang masa,

Ibu, surat pertamaku ini kutujukan padamu. Aku tak pernah menduga sebelumnya, menuliskan sesuatu tentangmu, Ibu, lebih sulit dari yang kukira.

Haruskah aku menanyakan kabarmu terlebih dahulu, seperti pembuka surat pada umumnya? Meski aku tau, kau akan baik-baik saja. Setidaknya itulah yang terlihat di mataku, dan kuharap semoga memang begitu.

Sejujurnya, aku sedikit enggan menuliskan surat ini untukmu. Mengapa? Karena aku yakin akan ada air mata di dalamnya. Sungguh, apa-apa yang berhubungan denganmu, Ibu, selalu menjadi pemicu nomor satu timbulnya anak sungai di mataku. Dan meski tanpa kutuliskan surat untukmu pun, kau tau cintaku padamu begitu rimbun.

Tapi pada akhirnya, aku memutuskan untuk menulis surat pertamaku untukmu. Karena ada beberapa hal yang tak bisa, atau mungkin aku tak berani, untuk mengatakannya. Lagi pula, perihal menulis apa-apa tentangmu pun terkadang seperti cinta; tak membutuhkan alasan untuk melakukannya.

Jam di ponselku menunjukkan pukul dua belas malam lewat satu jam tiga puluh tiga menit ketika aku menuliskan surat ini, dan aku masih sepenuhnya terjaga. Sedangkan kau sudah merebahkan lelahmu sejak beberapa jam yang lalu. Tidurmu tidak begitu pulas, ada beberapa batuk yang mengiringi di sela-selanya.

Dengan surat ini, Ibu, aku ingin mengucapkan berjuta-juta terima kasih. Meski aku tau, sebanyak apapun terima kasih yang ku ucap, tak pernah cukup untuk menandingi kasih dan pelukmu yang begitu hangat. Terima kasih pula untuk setiap doa-doamu untukku yang senantiasa mengangkasa tanpa henti, untuk segala peluh yang membanjiri, serta seluruh pengorbanan yang kau beri.

Pun, aku ingin menghaturkan berjuta-juta kata maaf. Meski aku paham, tanpa aku katakan pun cintamu untukku tak akan pernah karam. Maaf pula untuk setiap kata yang tiba-tiba keluar tanpa permisi, hingga terkadang membuat dadamu nyeri. Tapi maafmu selalu ada untukku yang tak tahu diri.

Rasanya aku ingin terus berbincang denganmu, Ibu, bercerita dan berkelakar mengenai banyak hal. Perihal seorang lelaki yang membuatku jatuh sejak tahun kedua di sekolah menengah, tugas kuliah yang tak berujung seperti bola, hingga hal-hal kecil seperti kemacetan sore hari yang membuatku jengah. Dan seperti biasa kau akan dengan setia selalu mendengarkanku bercerita, walau kau sendiri sebenarnya lelah.

Dan pada tiap waktu, izinkan aku untuk membagi seluruh bahagiaku, meluapkan tangisku yang tumpah ruah di pangkuanmu, serta terus memeluk lenganmu yang serupa tungku.

Sejujurnya, Ibu, ada lebih banyak perihal yang ingin kusampaikan padamu melalui surat ini. Tapi aku kira, satu malam saja tak akan cukup. Akan ada malam-malam yang lain, yang lebih panjang dari ini. Bahkan aku rasa, tak pernah cukup waktuku untuk menuliskan apa-apa tentangmu.

Maafkan pula untuk air mata yang akhirnya keluar meski aku mati-matian menahannya sepanjang menuliskan surat ini. Tak pernah henti pula semogaku untukmu agar engkau sehat selalu.

Ibu, satu hal lagi yang harus kau ketahui sebelum surat ini benar-benar ku akhiri. Meski cintaku begitu sunyi dan jarang sekali secara langsung kuakui, padamu, aku begitu menyayangi.

Dari Aku,
Seseorang yang mencintaimu dengan penuh.

p.s. ditulis di sebelah kamar Ibu pada pukul 02.13.