Jika kamu bangun tidur dan menemukan sepucuk surat
beramplop merah jambu di atas meja, itu surat dariku sayang, bukalah. Maaf aku
diam-diam menuliskannya untukmu. Jika kamu sekarang mengernyitkan dahi melihat
sepucuk surat beramplop merah jambu di atas meja, itu surat dariku sayang,
bacalah. Maaf aku mengendap-endap mengirimkannya untukmu. Kamu tak perlu
membalasnya, Sayang. Cukup duduklah dengan manis, buka, kemudian baca sampai
habis.
Aku tau setelah ini kamu akan membersihkan diri dan berlama-lama mematut dirimu di depan cermin hingga penampilanmu terlihat rapi. Kemudian kamu menyempatkan menyeduh teh buatanmu sendiri dengan kadar gula satu setengah sendok. Dan sebelum meminumnya, kamu akan memejamkan mata dan menghirup aromanya dalam-dalam terlebih dahulu. Lihat, aku bahkan hafal kebiasaanmu di luar kepala.
Aku tau setelah ini kamu akan membersihkan diri dan berlama-lama mematut dirimu di depan cermin hingga penampilanmu terlihat rapi. Kemudian kamu menyempatkan menyeduh teh buatanmu sendiri dengan kadar gula satu setengah sendok. Dan sebelum meminumnya, kamu akan memejamkan mata dan menghirup aromanya dalam-dalam terlebih dahulu. Lihat, aku bahkan hafal kebiasaanmu di luar kepala.
Sayang, aku melihatmu akhir-akhir ini lebih suka
menyendiri daripada bercengkrama dengan orang-orang di sekitarmu. Aku
mengamatimu belakangan ini lebih suka berdiam diri daripada berkumpul dan bercanda
dengan kawan-kawanmu. Bahkan beberapa orang yang ingin mengobrol denganmu kamu
acuhkan begitu saja. Itu bukan dirimu, Sayangku. Dirimu yang kukenal bukan
orang seperti itu, kamu selalu senang dan cepat akrab ketika bertemu dengan
orang-orang baru. Bukan begitu?
Kamu selalu pandai menyembunyikan lukamu, Sayangku. Aku
tau. Di hadapan mereka kamu memperlihatkan seolah-olah tidak terjadi apa-apa
dengan dirimu. Mereka mengira kamu gadis yang kuat, gadis yang hebat. Mengapa
sekarang kamu menampakkan semua kesedihanmu, apakah kamu lelah berpura-pura,
Sayangku?
Sayang, sore nanti, mari luangkan waktumu barang
sejenak. Mari mengobrol denganku di beranda rumahmu, ditemani teh yang kamu
seduh sendiri dengan takaran gula satu setengah sendok. Mari berbicara denganku
di beranda rumahmu, menyaksikan senja yang dengan tamaknya memancarkan cahayanya
di langit barat. Mari Sayangku, ceritakan semuanya kepadaku.
Tapi sebelum itu, aku ingin kamu mendengarkanku.
Sayang,
Aku tau tidak begitu mudah menyembuhkan luka-luka di
masa lalu, luka yang sampai sekarang belum lekas kering, luka yang sampai
sekarang begitu membekas di hati dan ingatanmu. Aku tau itu tidak semudah menyembuhkan
luka di lutut ketika kamu jatuh. Kamu pasti tidak menginginkan hal itu terjadi
kepadamu, kamu pasti lelah terus-terusan bertemu dengan orang yang selalu
menyakitimu. Aku pun sama, semua orang tidak menginginkannya, Sayang.
Aku tidak ingin melihat kamu bersedih, aku tidak
ingin melihat kamu kecewa. Sungguh, aku juga tidak ingin melihatmu terluka..
Tapi terkadang kesedihan itu sesekali perlu singgah di hidup kita, agar kamu bisa
menghargai apa itu bahagia. Terkadang kekecewaan itu sesekali perlu untuk kita
rasa, agar kamu bisa berlapang dada dan belajar untuk menerima. Terkadang pula luka
itu sesekali perlu ada, agar kamu bisa belajar untuk dewasa.
Jika kamu ingin hidup tanpa bayang-bayang dari masa
lalu, tolong maafkan mereka. Maafkan mereka yang pernah menyakitimu, maafkan
mereka yang pernah membuatmu sedih dan kecewa, maafkan mereka yang pergi dengan
meninggalkan luka. Aku tau itu tidak akan mudah, tapi setidaknya kamu harus
mencoba. Cobalah untuk berdamai dengan mereka, Sayang. Cobalah untuk berdamai
dengan masa lalu.
Sayang, coba lihat sekelilingmu. Banyak orang yang
hidupnya kurang beruntung dibandingkan denganmu, tapi mereka tetap tidak pernah
lupa untuk bersyukur atas hidupnya. Jadi Sayangku, kamu tidak perlu
terus-terusan bersedih, itu hanya akan menguras tenaga dan pikiranmu. Banyaklah
bersyukur atas hidupmu.
Sayang, coba lihat sekelilingmu. Banyak orang yang
menyayangimu. Kamu hanya perlu sadar akan hal itu, berhentilah berpura-pura
acuh. Terimalah orang-orang baru yang datang di hidupmu dengan senang hati,
jangan menutup diri. Kamu selalu senang dan cepat akrab ketika bertemu dengan
orang-orang baru. Bukan begitu?
Kamu tidak perlu menerka-nerka apa yang akan terjadi
selanjutnya, kamu tidak perlu memikirkan apa yang akan terjadi di hidupmu
nanti, itu bukan porsimu, Sayang. Kamu hanya perlu menjalaninya, kamu hanya
perlu untuk memasrahkan semuanya, dan biarkanlah rencana-Nya yang bekerja.
Keluarlah, Sayang. Ada begitu banyak bahagia yang
menunggu untuk kamu jemput. Keluarlah, barangkali kamu menemukan apa yang
selama ini kamu cari.
Keluarlah, Sayang. Ada begitu banyak kejutan di luar
sana yang mungkin tidak akan pernah kamu sangka. Keluarlah, tegakkan kepalamu,
perlihatkan senyum manismu, jabat tangan mereka yang ingin berkenalan dan
mungkin akan menjadi teman baikmu.
Sayang, sore nanti, mari luangkan waktumu barang
sejenak. Mari mengobrol denganku di beranda rumahmu, ditemani teh yang kamu
seduh sendiri dengan takaran gula satu setengah sendok. Mari berbicara denganku
di beranda rumahmu, menyaksikan senja yang dengan tamaknya memancarkan cahayanya
di langit barat. Mari Sayangku, ceritakan semuanya kepadaku.
Suratku ternyata lebih panjang dari apa yang aku
perkirakan. Maafkan aku telah menyita banyak waktumu. Satu hal yang selalu kamu
tau, bahkan jika dunia beserta isinya membencimu, ingatlah aku menyayangimu
dengan seluruh.
Bersyukurlah, kemudian berbahagialah.
Dari Aku,
Bagian lain dari
dirimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar